About

Autisme - Pengertian, Jenis, Tingkatan, Tanda dan Terapi Penyembuhannya

Autisme atau autis merupakan salah satu gangguan perkembangan pada anak, dimana terjadi permasalahan pada interaksi sosial, masalah komunikasi dan bermain imajinatif (seolah-olah hidup memiliki dunia bermain sendiri) yang mulai muncul sejak anak berusia di bawah tiga tahun. Istilah autisme berasal dari bahasa Yunani yaitu autos yang berarti aku atau diri (self).
Pengertian, Jenis dan Tingkatan Anak Autisme
Autisme
Autisme ditemukan pertama kali oleh Leo Kanner pada tahun 1943. Menurut Kanner gangguan autisme adalah ketidakmampuan untuk berinteraksi dengan orang lain, gangguan berbahasa yang ditunjukkan dengan penguasaan bahasa yang tertunda, echolalia, mutism, pembalikan kalimat, adanya aktivitas bermain repetisi dan stereotip, rute ingatan yang kuat dan keinginan obsesi untuk mempertahankan keteraturan di dalam lingkungannya (Widihastuti, 2007).

Berikut ini beberapa pengertian atau definisi autisme dari beberapa sumber buku:
  • Menurut Yatim (2007), autisme adalah Suatu keadaan dimana seseorang anak berbuat semaunya sendiri baik cara berpikir maupun berperilaku. Keadaan ini mulai terjadi sejak usia masih muda, biasanya sekitar usia 2-3 tahun. 
  • Menurut Veskarisyanti (2008), autisme merupakan salah satu kelompok dari gangguan pada anak pada anak yang ditandai munculnya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, komunikasi, ketertarikan pada interaksi sosial, dan perilakunya. Autisme merupakan kelainan perilaku yang penderitanya hanya tertarik pada aktivitas mentalnya sendiri. 
  • Menurut Gulo (1982), autisme berarti preokupasi terhadap pikiran dan khayalan sendiri atau dengan kata lain lebih banyak berorientasi kepada pikiran subjektif-nya sendiri daripada melihat kenyataan atau realita kehidupan sehari-hari. 
  • Dalam The Individuals with Disabilities Education Act, Autisme atau autistik merupakan gangguan perkembangan yang secara signifikan memengaruhi komunikasi verbal dan non-verbal dan interaksi sosial, sering diasosiasikan dengan keterikatan dalam aktivitas yang diulang-ulang dan gerakan stereotype, menolak perubahan lingkungan/perubahan rutinitas sehari-hari dan tidak biasa merespon pengalaman-pengalaman sensorik (Yuwono, 2009). 
  • Menurut Sutadi R (2002:1), autisme adalah gangguan perkembangan berat yang antara lain memengaruhi cara seseorang untuk berkomunikasi dan bereleasi (berhubungan) dengan orang lain. Penyandang autisme tidak dapat berhubungan dengan orang lain secara berarti karena antara lain ketidakmampuannya untuk berkomunikasi verbal maupun non-verbal. 

Jenis-jenis Autisme 

Menurut ICD-10 (International Classification of Diseases, WHO 1993) dan DSM-IV (American Psychiatric Association, 1994), autisme diklasifikasikan menjadi lima jenis, yaitu sebagai berikut (Prasetyono, 2008:54-65):
  1. Autisme Masa Kanak-kanak (Childbood Autism). Autisme pada masa kanak-kanak adalah gangguan perkembangan pada anak yang gejalanya sudah tampak sebelum anak tersebut mencapai umur tiga tahun. Ciri-ciri gangguan autisme ini adalah: kualitas komunikasinya tidak normal, adanya gangguan dalam kualitas interaksi sosial, dalam aktivitas, perilaku, serta interesnya sangat terbatas, diulang-ulang, dan streotip.
  2. Pervasive Developmental Disorder Not Otherwise Specified (PDD-NOS). Gejala ini tidak sebanyak seperti pada autisme masa kanak-kanak. Kualitas dari gangguan tersebut lebih ringan, sehingga anak-anak ini masih bisa bertatap mata, ekspresi facial tidak terlalu datar, dan masih bisa diajak bergurau. 
  3. Sindrom Rett (Rett’s Syndrome). Gangguan perkembangan yang hanya dialami oleh anak wanita. Sekitar umur enam bulan, bayi mulai mengalami kemunduran perkembangan. Pertumbuhan kepala mulai berkurang pada umur lima bulan sampai empat tahun. Gerakan tangan menjadi tidak terkendali, gerakan yang terarah hilang, dan disertai dengan gangguan komunikasi serta penarikan diri secara sosial. Selain itu, terjadi gangguan berbahasa, perseptivitas, ekspresif, serta kemunduran psikomotor yang hebat. Hal yang sangat khas adalah timbulnya gerakan tangan yang terus-menerus. 
  4. Gangguan Disintegratif Masa Kanak-kanak (Childbood Disintegrative Disorder). Gejala timbul setelah umur tiga tahun. Perkembangan anak sangat baik selama beberapa tahun sebelum terjadinya kemunduran yang hebat. Pertumbuhan yang normal terjadi pada usia 1 sampai 2 tahun. Kemudian, anak akan kehilangan kemampuan yang sebelumnya telah dikuasai dengan baik. 
  5. Asperger Syndrome (AS). Lebih banyak terdapat pada anak laki-laki. Perkembangan bicaranya tidak terganggu, tetapi mereka kurang bisa berkomunikasi secara timbal balik. Berbicara dengan tata bahasa yang baku dan dalam berkomunikasi kurang menggunakan bahasa tubuh. Sangat terobsesi kuat pada suatu benda. Mempunyai daya ingat yang kuat dan tidak mempunyai kesulitan dalam pelajaran di sekolah.
Menurut Yatim (2002), autisme dapat deklasifikasi menjadi tiga jenis, yaitu:
  1. Autisme persepsi. Dianggap autisme yang asli karena kelainan sudah timbul sebelum lahir. Ketidakmampuan anak berbahasa termasuk pada penyimpangan reaksi terhadap rangsangan dari luar, begitu juga ketidakmampuan anak bekerja sama dengan orang lain, sehingga anak bersikap masa bodoh.
  2. Autisme reaksi. Terjadi karena beberapa permasalahan yang menimbulkan kecemasan seperti orangtua meninggal, sakit berat/pindah sekolah dan sebagainya. Autisme ini akan memunculkan gerakan-gerakan tertentu berulang-ulang kadang-kadang disertai kejang-kejang. Gejala ini muncul pada usia lebih besar 6 -7 tahun sebelum anak memasuki tahapan berpikir logis. 
  3. Autisme yang timbul kemudian. Terjadi setelah anak agak besar, dikarenakan kelainan jaringan otak yang terjadi setelah anak lahir. Hal ini mempersulit dalam pemberian pelatihan dan pelayanan pendidikan untuk mengubah perilakunya yang sudah melekat.
Sedangkan menurut McCandless (2003), autisme hanya diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu:
  1. Autisme klasik. Autisme sebelum lahir merupakan bawaan yang diturunkan dari orang tua ke anak yang dilahirkan atau sering disebut autisme yang disebabkan oleh genetika (keturunan). Kerusakan saraf sudah terdapat sejak lahir, karena saat hamil ibu terinfeksi virus seperti rubella, atau terpapar logam berat berbahaya seperti merkuri dan timbal yang berdampak mengacaukan proses pembentukan sel-sel otak janin. 
  2. Autisme regresif. Muncul saat anak berusia 12 sampai 24 bulan. Sebelumnya perkembangan anak relatif normal, namun sejak usia anak 2 tahun perkembangannya merosot. Anak yang tadinya sudah bisa membuat kalimat beberapa kata berubah menjadi diam dan tidak lagi berbicara. Anak menjadi acuh dan tidak ada lagi kontak mata. Kalangan ahli menganggap autisme regresif karena anak terkontaminasi langsung faktor pemicu. Paparan logam berat terutama merkuri dan timbal dari lingkungan merupakan faktor yang paling disorot.

Tingkatan Autisme 

Berdasarkan tingkat kecerdasan (IQ), autisme dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu (Pusponegoro dan Solek, 2007):
  1. Low Functioning (IQ rendah). Apabila penderitanya masuk ke dalam kategori low functioning (IQ rendah), maka di kemudian hari hampir dipastikan penderita ini tidak dapat diharapkan untuk hidup mandiri, sepanjang hidup penderita memerlukan bantuan orang lain. 
  2. Medium Functioning (IQ sedang). Apabila penderita masuk ke dalam kategori medium functioning (IQ sedang), maka di kemudian hari masih bisa hidup bermasyarakat dan penderita ini masih bisa masuk sekolah khusus yang memang dibuat untuk anak penderita autis. c. High Functioning (IQ tinggi). Apabila penderitanya masuk ke dalam kategori high functioning (IQ tinggi), maka di kemudian hari bisa hidup mandiri bahkan mungkin sukses dalam pekerjaannya, dapat juga hidup berkeluarga.
Menurut Childhood Autism Rating Scale (CARS), autisme dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu (Mujiyanti, 2011):
  1. Autis Ringan. Pada kondisi ini anak autisme masih menunjukkan adanya kontak mata walaupun tidak berlangsung lama. Anak autisme ini dapat memberikan sedikit respon ketika dipanggil namanya, menunjukkan ekspresi-ekspresi muka, dan dalam berkomunikasi dua arah meskipun terjadinya hanya sesekali. 
  2. Autis Sedang. Pada kondisi ini anak autisme masih menunjukkan sedikit kontak mata namun tidak memberikan respon ketika namanya dipanggil. Tindakan agresif atau hiperaktif, menyakiti diri sendiri, acuh, dan gangguan motorik yang stereopik cenderung agak sulit untuk dikendalikan tetapi masih bisa dikendalikan. 
  3. Autis Berat. Anak autismme yang berada pada kategori ini menunjukkan tindakan-tindakan yang sangat tidak terkendali. Biasanya anak autisme memukul-mukulkan kepalanya ke tembok secara berulang-ulang dan terus menerus tanpa henti. Ketika orang tua berusaha mencegah, namun anak tidak memberikan respon dan tetap melakukannya, bahkan dalam kondisi berada di pelukan orang tuanya, anak autisme tetap memukul-mukulkan kepalanya. Anak baru berhenti setelah merasa kelelahan kemudian langsung tertidur.

Ciri atau Tanda Autisme 

Menurut American Psychiatric Association, seorang anak dianggap autisme apabila memiliki tanda-tanda sebagai berikut (Danuatmaja, 2003):

a. Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik

  1. Tidak mampu menjalin interaksi sosial yang memadai, seperti kontak mata, ekspresi muka kurang hidup, dan gerak-geriknya kurang tertuju. 
  2. Tidak dapat bermain dengan teman sebaya. 
  3. Tidak dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain. 
  4. Kurangnya hubungan sosial dan emosional yang labil. 

b. Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi

  1. Bicara terlambat atau sama sekali tidak berkembang (tidak ada usaha untuk mengimbangi komunikasi dengan cara lain selain bicara). 
  2. Jika bisa bicara, bicaranya tidak dipakai untuk komunikasi.
  3. Sering menggunakan bahasa yang aneh dan diulang-ulang. 
  4. Cara bermain kurang variatif, kurang imajinatif dan kurang bisa meniru.

c. Suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dalam perilaku, minat dan kegiatan

  1. Mempertahankan suatu permintaan atau lebih, dengan cara yang khas dan berlebihan. 
  2. Terpaku pada satu kegiatan yang ritualistik atau rutinitas yang tidak ada gunanya. 
  3. Ada gerakan -gerakan aneh yang khas dan diulang-ulang. 
  4. Seringkali sangat terpukau pada benda.
Sedangkan menurut Muhammad (2008:105-108), anak autisme memiliki tanda atau ciri-ciri sebagai berikut:

a. Komunikasi

  1. Perkembangan bahasa yang lambat. 
  2. Terlihat seperti mempunyai masalah pendengaran dan tidak memerhatikan apa yang dikatakan oleh orang lain.
  3. Jarang berbicara.
  4. Sulit untuk diajak berbicara.
  5. Kadang bisa mengatakan sesuatu namun hanya sebentar saja. 
  6. Pernyataan yang disampaikan tidak sesuai dengan pertanyaan. 
  7. Mengeluarkan bahasa yang tidak dapat dipahami oleh orang lain. 
  8. Meniru perkataan atau pembicaraan orang lain (echolalia). 
  9. Dapat meniru kalimat atau nyanyian tanpa mengerti maksudnya. 
  10. Suka menarik tangan orang lain bila meminta sesuatu.

b. Interaksi Sosial

  1. Suka menyendiri. 
  2. Sering menghindari kontak mata dan selalu menghindar dari pandangan muka orang lain. 
  3. Tidak suka bermain dengan temannya dan sering menolak ajakan mereka. 
  4. Suka memisahkan diri dan duduk memojok.

c. Gangguan Indra

  1. Sensitif pada sentuhan.
  2. Tidak suka dipegang atau dipeluk. 
  3. Sensitif dengan bunyi yang keras. 
  4. Suka mencium dan menjilat mainan atau benda-bena lain. 
  5. Kurang sensitif pada rasa sakit dan kurang memiliki rasa takut.

d. Pola Bermain

  1. Tidak suka bermain selayaknya anak-anak seusianya. 
  2. Tidak suka bermain dengan rekan seusianya. 
  3. Tidak bermain mengikuti pola biasa dan suka memutar-mutar atau melempar dan menangkap kembali mainan atau apa saja yang dipegangnya.
  4. Menyukai objek-objek yang berputar, seperti kipas angin. 
  5. Apabila ia menyukai suatu benda, ia akan terus memegangnya dan dibawa-bawa ke mana saja.

e. Tingkah Laku

  1. Bersifat hiperaktif sampai hipoaktif.&nnbsp;
  2. Melakukan perbuatan atau gerakan yang sama berulang-ulang, seperti bergoyang-goyang, mengepak-ngepakkan tangan dan menepuk tangan, berputar-putar, mendekatkan mata ke televisi, berlari, dan berjalan mondar-mandir. 
  3. Tidak menyukai perubahan. 
  4. Dapat duduk diam tanpa berbuat apa pun dan tanpa reaksi apa pun.

f. Emosi

  1. Sering marah, tertawa, dan menangis tanpa sebab. 
  2. Mengamuk tanpa terkontrol jika tidak dituruti kemauannya atau dilarang melakukan sesuatu yang diingininya. 
  3. Merusak apa saja yang ada di sekitarnya jika emosinya terganggu. 
  4. Menyerang siapa saja yang mendekatinya jika emosinya terganggu. 
  5. Terkadang suka melukai diri sendiri. 
  6. Tidak memiliki rasa simpati dan tidak memahami perasaan orang lain.

Faktor Penyebab Autisme 

Pada sebuah penelitian, dirumuskan enam faktor-faktor penyebab autisme pada anak, yaitu sebagai berikut (Prasetyono, 2008:70):
  1. Konsumsi Obat. Pada Ibu Menyusui Beberapa jenis obat yang perlu dihindari seperti: obat anti alergi atau antihistamin, obat migrain, obat tidur dan obat penenang, obat antimuntah, hormon, antibiotik, dan beberapa jenis vitamin dalam dosis terlalu tinggi.
  2. Gangguan Susunan Saraf Pusat. Di dalam otak anak Autisme ditemukan adanya kelainan pada susunan saraf pusat di beberapa tempat seperti: pengurangan jumlah sel purkinje di dalam otak dan kelainan struktur pada pusat emosi dalam otak. 
  3. Gangguan Metabolisme (Sistem Pencernaan). Ada hubungan antara gangguan pencernaan dengan gejala autisme. Suntikan sekretin dapat membantu mengurangi gangguan pencernaan. 
  4. Peradangan Dinding Usus. Sejumlah anak penderita gangguan autisme, umumnya, memiliki pencernaan buruk dan ditemukan adanya peradangan usus yang diduga oleh virus. 
  5. Faktor Genetika. Gejala autisme pada anak disebabkan oleh faktor turunan. Setidaknya, telah ditemukan dua puluh gen yang terkait dengan autisme. Akan tetapi, gejala autisme baru bisa muncul jika terjadi kombinasi banyak gen. 
  6. Keracunan Logam Berat. Kandungan logam berat ini diduga sebagai penyebab kerusakan otak pada anak autisme. Beberapa logam berat, seperti arsenik (As), antimon (Sb), kadmium (Cd), air raksa (Hg), dan timbal (Pb), adalah racun otak yang sangat kuat.

Terapi Penyembuhan Autisme 

Autisme dapat disembuhkan dengan cara terapi. Terdapat beberapa jenis terapi yang dapat digunakan sesuai dengan jenis perilaku autisme pada anak, antara lain sebagai berikut (Handojo, 2003:42):
  1. Terapi Medikamentosa adalah terapi dengan obat-obatan bertujuan memperbaiki komunikasi, memperbaiki respon terhadap lingkungan, dan menghilangkan perilaku aneh serta diulang-ulang. 
  2. Terapi biomedis adalah terapi bertujuan memperbaiki metabolisme tubuh melalui diet dan pemberian suplemen.
  3. Terapi Wicara adalah terapi untuk membantu anak autisme melancarkan otot-otot mulut sehingga membantu anak autisme berbicara lebih baik. 
  4. Terapi Perilaku adalah metode untuk membentuk perilaku positif pada anak autis, terapi ini lebih dikenal dengan nama ABA atau metode Lovass. 
  5. Terapi Okupasi adalah terapi untuk melatih motorik halus anak autisme. Terapi okupasi untuk membantu menguatkan, memperbaiki koordinasi dan keterampilan ototnya. 
  6. Terapi Bermain adalah proses terapi psikologik pada anak, dimana alat permainan menjadi sarana utama untuk mencapai tujuan. 
  7. Terapi Sensory Integration adalah pengorganisasian informasi melalui sensor-sensor (sentuhan, gerakan, keseimbangan, penciuman, pengecapan, penglihatan dan pendengaran) yang sangat berguna untuk menghasilkan respon yang bermakna.
  8. Terapi Auditory Integration adalah terapi untuk anak autisme agar pendengarannya lebih sempurna.

Daftar Pustaka

  • Danuatmaja, Bonny. 2003. Terapi Anak Autis Di Rumah. Jakarta: PuspaSwara.
  • Muhammad, J. 2008. Special Education For Special Children. Jakarta: MIzan.
  • Prasetyono. 2008. Serba-Serbi Anak Autis. Jogjakarta: DIVA press.
  • Handojo, Y. 2003. Autisma: petunjuk praktis dan pedoman materi untuk mengajaranak normal, autis dan perilaku lain. Jakarta: Buana ilmu populer.
  • Sutadi, Rudy. 2002. Melatih Komunikasi Pada Penyandang Autisme. Jakarta: KID Autis JMC.
  • Widihastuti, Setiati. 2007. Pola Pendidikan Anak Autis. Yogyakarta: FNAC Press.
  • Yatim, F. 2007. Autisme: Suatu Gangguan Jiwa pada Anak-anak. Jakarta: Pustaka Populer Obor.
  • Veskarisyanti, G. A. 2008. 12 Terapi Autis Paling Efektif & Hemat: Untuk Autisme, Hiperaktif & Retardasi Mental. Yogyakarta: Pustaka Anggrek.
  • Gulo, Dali. 1982. Kamus Psikologi. Bandung: Penerbit Tonis.
  • Yuwono, J. 2009. Memahami Anak Autistik: Kajian Teoritik dan Empirik. Yogyakarta: Alfabeta.
  • Sutadi R. 2002. Intervensi Dini Tata laksana Perilaku Pada Penyandang Autisme. Simposium Autisme Masa Kanak. Surabaya.
  • Prasetyono. 2008. Serba-Serbi Anak Autis. Jogjakarta: DIVA press.
  • McCandless, J. 2003. Children with Strarving Brains anak-anak dengan Otak yang lapar. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.
  • Pusponegoto, H. D, Solek P. 2007. Apakah Anak Kita Autis?. Bandung: Trikarsa.
  • Mujiyanti, DM. 2011. Skripsi: Tingkat Pengetahuan Ibu dan Pola Konsumsi Pada Anak Autis Di Kota Bogor. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Belum ada Komentar untuk "Autisme - Pengertian, Jenis, Tingkatan, Tanda dan Terapi Penyembuhannya"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel