About

Break Even Point - Pengertian, Manfaat, Asumsi Dasar, Analisis dan Metode Perhitungannya

Break Even Point (BEP) atau titik impas adalah suatu keadaan atau kondisi dimana perusahaan dalam operasinya tidak memperoleh laba dan juga tidak menderita rugi atau dengan kata lain jumlah biaya yang dikeluarkan sama dengan jumlah pendapatan. Break Even Point memiliki fungsi agar perusahaan dapat merencanakan tingkat penjualan yang diinginkan agar terhindar dari kerugian dan perusahaan dapat memperoleh laba optimal.

Pengertian, Manfaat dan Asumsi Dasar Break Even Point

Berikut ini beberapa definisi dan pengertian Break Even Point (BEP) dari beberapa sumber buku:
  • Menurut Horngren dkk (2006:448), break even point atau titik impas merupakan suatu tingkat penjualan dimana laba operasinya adalah nol: Total pendapatan sama dengan total pengeluaran. 
  • Menurut Simamora (2012:170), BEP atau titik impas adalah volume penjualan dimana jumlah pendapatan dan jumlah bebannya sama, tidak ada laba maupun rugi bersih. 
  • Menurut Hansen dan Mowen (2011:4), titik impas (break even point) adalah titik dimana total pendapatan sama dengan total biaya, titik dimana laba sama dengan nol. 
  • Menurut Yamit (1998:62), BEP dapat diartikan suatu keadaan dimana total pendapatan besarnya sama dengan total biaya (TR=TC). 
  • Menurut Prawirosentono (2001:111), Break Even Point Analysis (BEP) merupakan titik produksi, dimana hasil penjualan sama persis dengan total biaya produksi. 
  • Menurut Mulyadi (2000:232), impas (Break Even) adalah keadaan suatu usaha yang tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi. Dengan kata lain suatu usaha dikatakan impas jika jumlah pendapatan (revenues) sama dengan jumlah biaya atau apabila laba kontribusi hanya dapat digunakan untuk menutup biaya tetap saja. 
  • Menurut Bustam dan Nurlela (2006:208), Break Even Point adalah suatu keadaan dimana perusahaan yang pendapatan penjualannya sama dengan total jumlah biayanya atau besarnya kontribusi margin, sama dengan total biaya tetap, dengan kata lain perusahaan ini tidak untung dan tidak rugi. 
  • Menurut Garrison (2006:335), Break Even Point adalah tingkat penjualan dimana laba sama dengan nol, atau total penjualan sama dengan total beban atau titik dimana total margin kontribusi sama dengan total beban tetap.

Analisis Break Even Point 

Analisis Break Even Point (BEP) adalah sebuah alat atau metode yang digunakan untuk mengukur tingkat minimum penjualan yang harus dilakukan untuk menutupi biaya. Komponen yang diperhatikan dalam analisis Break Even Point yaitu; volume produksi, volume penjualan, harga jual, biaya produksi, biaya variabel, biaya tetap serta laba dan rugi.

Analisis break even point tidak hanya memberikan informasi mengenai posisi perusahaan dalam keadaan impas atau tidak, namun analisis break even point sangat membantu manajemen dalam perencanaan dan pengambilan keputusan.

Berikut ini beberapa definisi dan pengertian Analisis Break Even Point (BEP) dari beberapa sumber:
  • Menuurt Herjanto (2008:151), analisis pulang pokok (break-even analysis) adalah suatu analisis yang bertujuan untuk menemukan satu titik dalam kurva biaya-pendapatan yang menunjukkan biaya sama dengan pendapatan. Titik tersebut disebut sebagai titik pulang pokok (break even point, BEP). 
  • Menurut Mulyadi (2000:232), Analisis Break Even Point adalah suatu cara untuk mengetahui volume penjualan minimum agar suatu usaha tidak menderita rugi, tetapi juga belum memperoleh laba (dengan kata lain labanya sama dengan nol). 
  • Menurut Carter dan Usry (2005:272), Analisis break even point digunakan untuk menentukan tingkat penjualan dan bauran produk yang diperlukan hanya untuk menutup semua biaya yang terjadi selama periode tersebut. 
  • Menurut Welsch dkk (2000:437), Analisis break even point menekankan pada tingkat keluaran atau aktivitas produktif dimana pendapatan penjualan tepat sama dengan biaya total, tidak terdapat laba maupun rugi. Analisis break even point mengandalkan dasar dari variabilitas biaya-identifikasi dan pengukuran terpisah atas komponen biaya tetap dan variabel.

Manfaat Break Even Point 

Manfaat analisis Break Even Point bagi manajemen dan perusahaan antara lain sebagai berikut (Carter dan Usry, 2005:270 ):
  1. Membantu memberikan informasi maupun pedoman kepada manajemen dalam memecahkan masalah-masalah lain yang dihadapinya, misalnya masalah penambahan atau penggantian fasilitas pabrik atau investasi dalam aktiva tetap lainnya. 
  2. Membantu manajemen dalam mengambil keputusan menutup usaha atau tidak serta memberikan informasi kapan sebaiknya usaha tersebut diberhentikan/ditutup.
Sedangkan manfaat atau kegunaan dari Break Even Point menurut Bustami dan Nurlela (2006:208) adalah sebagai berikut:
  1. Untuk mengetahui jumlah penjualan minimum yang harus dipertahankan perusahaan agar tidak mengalami kerugian.
  2. Mengetahui jumlah penjualan yang harus dicapai untuk memperoleh tingkat keuntungan tertentu. 
  3. Mengetahui seberapa jauh berkurangnya penjualan agar perusahaan tidak menderita kerugian. 
  4. Mengetahui bagaimana efek perubahan harga jual, biaya dan volume penjualan. 
  5. Menentukan bauran produk yang diperlukan untuk mencapai jumlah laba yang ditargetkan.

Asumsi Break Even Point 

Analisis break even point sangat penting bagi manajemen untuk mengetahui hubungan antara biaya, volume dan laba, khususnya informasi mengenai jumlah penjualan minimum dan besarnya penurunan realisasi penjualan dari rencana penjualan agar perusahaan tidak menderita kerugian.

Analisis Break Even Point membutuhkan asumsi tertentu sebagai dasarnya. Bila asumsi dasar salah satunya mengalami perubahan, maka akan berpengaruh pada posisi titik impas, sehingga perubahan tersebut akan berpengaruh juga terhadap laba perusahaan.

Terdapat beberapa asumsi dasar dalam analisis Break Even Point yaitu (Horngren dkk, 2006:447):
  1. Satu-satunya faktor yang memengaruhi biaya adalah perubahan volume. 
  2. Manajer menggolongkan setiap biaya (atau komponen biaya gabungan) baik sebagai biaya variabel maupun biaya tetap. 
  3. Beban dan pendapatan adalah linier di seluruh cakupan volume relevannya. 
  4. Tingkat persediaan tidak akan berubah. 
  5. Penjualan atas gabungan produk tidak akan berubah. Penjualan gabungan merupakan kombinasi produk yang membentuk total penjualan.
Sedangkan menurut Mulyadi (2000:260-261), asumsi yang mendasari break even point adalah:
  1. Variabilitas biaya dianggap akan mendekati pola perilaku yang diramalkan. Biaya tetap akan selalu konstan dalam kisar volume yang dipakai dalam perhitungan break even point, sedangkan biaya variabel berubah sebanding dengan perubahan volume penjualan. 
  2. Harga jual produk dianggap tidak berubah-ubah pada berbagai tingkat kegiatan. Jika dalam usaha menaikkan volume penjualan dilakukan penurunan harga jual atau dengan memberikan potongan harga, maka hal ini mempengaruhi hubungan biaya-volume-laba. 
  3. Kapasitas produksi pabrik dianggap secara relatif konstan. Penambahan fasilitas produksi akan berakibat pada penambahan biaya tetap dan akan mempengaruhi hubungan biaya-volume-laba.
  4. Harga faktor-faktor produksi dianggap tidak berubah. Jika harga bahan baku dan tarif upah menyimpang terlalu jauh dibanding data yang dipakai sebagai dasar perhitungan break even point, maka hal ini akan mempengaruhi hubungan biaya-volume-laba. 
  5. Efisiensi produk dianggap tidak berubah. Apabila terjadi penghematan biaya karena adanya penggunaan bahan pengganti yang harganya lebih rendah atau perubahan metode produksi, maka hal ini akan mempengaruhi hubungan biaya-volume-laba. 
  6. Perubahan jumlah sediaan awal dan akhir dianggap tidak signifikan.
  7. Komposisi produk yang dijual dianggap tidak berubah. Jika perusahaan menjual lebih dari satu macam produk, maka meskipun volume penjualan sama tetapi apabila komposisinya berbeda, maka hal ini akan mempunyai pengaruh terhadap pendapatan penjualan.


Analisis Break Even Point 

Untuk menganalisis Break Even Point (BEP) atau titik impas perlu diperhatikan unsur-unsur pokok yang memengaruhi, yaitu: biaya, harga jual dan volume penjualan. Ketiga unsur pokok tersebut tidak boleh dipisahkan karena saling terkait, di mana biaya menentukan harga jual, harga jual memengaruhi volume penjualan, volume penjualan memengaruhi volume produksi dan volume produksi memengaruhi biaya.

a. Laba 

Menurut Soemarno (2005:230), laba adalah selisih lebih pendapatan atas beban sehubungan dengan kegiatan usaha. Laba disebut juga dengan income, earnings atau profi merupakan ringkasan hasil bersih aktivitas operasi usaha dalam periode tertentu yang dinyatakan dalam istilah keuangan. Laba merupakan informasi perusahaan paling diminati dalam pasar uang (Susbramanyam dan John, 2010:109).

Laba merupakan alat yang tepat untuk mengukur prestasi dari pimpinan dan manajemen perusahaan yang merupakan indikator di dalam berhasil atau tidaknya manajer. Faktor utama dalam besar kecilnya laba adalah pendapatan dan biaya.

b. Harga Jual 

Harga dan volume penjualan saling memengaruhi. Banyaknya volume penjualan suatu produk sangat dipengaruhi oleh harga jual, baik bagi produsen maupun bagi konsumen. Harga jual dapat berupa harga jual bersih atau harga jual kotor. Penetapan harga jual suatu produk sangat penting, kesalahan dalam penetapan harga akan berakibat fatal bagi segi keuangan dan akan memengaruhi kontinuitas usaha.

Berikut ini beberapa metode yang digunakan dalam penentuan harga jual (Mulyadi, 2001:348):
  1. Cost - plus pricing. Adalah penentuan harga jual dengan cara menambahkan laba yang diharapkan di atas biaya penuh masa yang akan datang untuk memproduksi dan memasarkan produk. 
  2. Time and material pricing. Adalah penentuan harga jual sebesar biaya penuh ditambah dengan laba yang diharapkan, metode ini digunakan oleh perusahaan bengkel mobil, dok kapal dan perusahaan lain yang menjual reparasi atau suku cadang sebagai pelengkap penjualan jasa. Volume jasa dihitung berdasarkan waktu yang diperlukan untuk melayani konsumen sehingga perlu dihitung harga jual atau satuan waktu yang dinikmati konsumen. 
  3. Cost type contract pricing. Adalah kontrak pembuatan barang atau jasa yang pihak pembeli setuju untuk membeli barang atau jasa sesuai harga yang didasarkan pada total biaya yang sesungguhnya dikeluarkan oleh produsen ditambah dengan laba yang dihitung sebesar persentase dari total biaya sesungguhnya tersebut.

c. Biaya 

Biaya atau cost adalah pengorbanan sumber ekonomis yang diukur dalam satuan uang yang telah terjadi atau kemungkinan akan terjadi untuk mencapai tujuan tertentu. Biaya ini belum habis masa pakainya dan digolongkan sebagai aktiva yang dimasukkan ke dalam neraca. Sedangkan beban atau expense adalah biaya yang telah memberikan manfaat dan sekarang telah habis. Biaya yang belum dinikmati yang dapat memberikan manfaat di masa akan datang dikelompokkan sebagai harta. Biaya ini dimasukkan ke dalam Laba-Rugi, sebagai pengurangan dari pendapatan (Bustami dan Nurlela, 2006:7-8).

Berdasarkan sifatnya (by nature), biaya dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu (Prawirosentono, 2001:113):
  1. Biaya tetap (Fixed Cost = FC). Biaya tetap adalah biaya yang jumlah totalnya tetap konstan tidak dipengaruhi perubahan volume produksi pada periode dan tingkat tertentu. Namun pada biaya tetap ini biaya satuan (unit cost) akan berubah berbanding terbalik dengan perubahan volume produksi. Semakin tinggi volume produksi, semakin rendah biaya satuannya. Sebaliknya, semakin rendah volume produksi semakin tinggi biaya per satuannya. Jenis biaya yang tergolong biaya tetap antara lain adalah: penyusutan mesin, penyusutan bangunan, sewa, asuransi aset perusahaan, gaji tetap bulanan para karyawan tetap. 
  2. Biaya Variabel. Biaya variabel adalah biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding (proporsional) sesuai dengan perubahan volume produksi. Semakin besar volume produksi semakin besar pula jumlah total biaya variabel yang dikeluarkan. Sebaliknya semakin kecil volume produksi semakin kecil pula jumlah total biaya variabelnya. Jenis biaya variabel antara lain adalah: biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya tenaga listrik mesin, dan sebagainya. 
  3. Biaya Semi Variabel. Biaya semi-variabel adalah biaya yang jumlah totalnya akan berubah sesuai dengan perubahan volume produksi, namun perubahannya tidak proporsional. Dalam analisis titk-impas, biaya harus dikelompokkan menjadi dua kelompok yakni biaya tetap dan biaya variabel.

Metode Perhitungan Break Even Point 

Break even point umumnya dapat dihitung dengan tiga metode yaitu metode persamaan, metode margin kontribusi dan metode grafis. Ketiga metode tersebut pada dasarnya adalah pendekatan yang mempunyai hasil akhir sama, akan tetapi ketiga metode tersebut memiliki perbedaan pada bentuk dan variasi dari persamaan laporan laba rugi kontribusi.

a. Metode Persamaan 

Metode Persamaan (equation method) adalah metode yang berdasarkan pada pendekatan laporan laba rugi. Penentuan break even atau impas dengan teknik persamaan dilakukan dengan mendasarkan pada persamaan pendapatan sama dengan biaya ditambah laba.

Laba dihitung dengan rumus berikut:
Rumus Laba BEP Metode Persamaan
Rumus Laba BEP Metode Persamaan
Keterangan: 
y = laba
c = harga jual persatuan
x = jumlah produk yang dijual
b = biaya variabel persatuan
a = biaya tetap

Adapun rumus Break Even Point (BEP) dengan metode persamaan adalah sebagai berikut:
Rumus BEP Metode Persamaan dalam Rupiah
Rumus BEP Metode Persamaan dalam Rupiah
Rumus BEP Metode Persamaan dalam Unit
Rumus BEP Metode Persamaan dalam Unit

b. Metode Kontribusi Unit 

Metode Kontribusi Unit merupakan variasi metode persamaan. Setiap unit atau satuan produk yang terjual akan menghasilkan jumlah margin kontribusi tertentu yang akan menutup biaya tetap. Metode kontribusi unit adalah metode jalan pintas dimana harus diketahui nilai margin kontribusi (Simamora, 2012:171).

Margin Kontribusi adalah hasil pengurangan pendapatan dari penjualan dengan biaya variabel. Untuk mencari titik Impas atau Break Even Point (BEP) rumusnya adalah sebagai berikut:
Rumus BEP Metode Kontribusi dalam Rupiah
Rumus BEP Metode Kontribusi dalam Rupiah
Rumus BEP Metode Kontribusi dalam Unit
Rumus BEP Metode Kontribusi dalam Unit

c. Metode Grafis 

Menurut Simamora (2012:173) Grafis titik impas (BEP) mempunyai beberapa hal penting yaitu selama harga jual melebihi biaya variabel (margin kontribusinnya positif), maka penjualan yang lebih banyak akan menguntungkan perusahaan, baik dengan meningkatkan laba ataupun mengurangi kerugian.

Grafik biaya-volume-laba (cost volume profit graph) menggambarkan hubungan antara biaya, volume dan laba. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih terperinci perlu dibuat grafik dengan dua garis terpisah, yaitu garis total pendapatan dan garis total biaya (Hansen dan Mowen, 2011:21).

Pembuatan garis dilakukan dengan rumus sebagai berikut:
Rumus BEP Metode Grafis
Rumus BEP Metode Grafis
Analisis titik impas atau break even point (BEP) dengan metode grafis digambarkan dalam kurva seperti gambar di bawah ini:
Grafik atau Kurva Titik Impas - Break Even Point (BEP)
Grafik atau Kurva Titik Impas - Break Even Point (BEP)
Keterangan:
  1. Sumbu datar (sumbu x) menyatakan volume penjualan yang dapat dinyatakan dalam satuan kuantitas atau rupiah pendapatan penjualan. 
  2. Sumbu tegak (sumbu y) menyatakan pendapatan penjualan dan biaya dalam rupiah.
  3. Impas (BEP) adalah terletak pada perpotongan garis pendapatan penjualan dengan garis biaya. Bila dari titik perpotongan tersebut ditarik garis tegak ke sumbu x, akan diketahui pencapaian impas berdasarkan volume penjualan. Jika dari titik impas ditarik garis tegak lurus ke sumbu y, akan diketahui pencapaian impas berdasarkan pendapatan penjualan. 
  4. Daerah sebelah kiri titik impas, yaitu bidang diantara garis total biaya dengan garis pendapatan penjualan merupakan daerah rugi, karena pendapatan penjualan lebih rendah dari total biaya. Sedangkan daerah di sebelah kanan titik impas yaitu, bidang diantara garis pendapatan penjualan dengan garis total biaya merupakan daerah laba, karena pendapatan penjualan lebih tinggi dari total biaya.

Daftar Pustaka

  • Horngren dkk. 2008. Akuntansi Biaya. Jakarta: INDEKS.
  • Simamora, Henry. 2012. Akuntansi Manajemen. Jakarta: Star Gate Publisher.
  • Hansen dan Mowen. 2011. Akuntansi Manajerial. Jakarta: Salemba Empat.
  • Yamit, Zulian. 1998. Manajemen Produksi dan Operasi. Yogyakarta: Ekonisia.
  • Prawirosentono, Suyadi. 2001. Manajemen Operasi, analisis dan studi kasus. Jakarta: Bumi aksara.
  • Mulyadi. 2000. Akuntansi Biaya. Yogyakarta: Aditya Media.
  • Bustami dan Nurlela. 2006. Akuntansi Biaya. Yogyakarta: Graha Ilmu.
  • Garrison. 2006. Akuntansi Manajerial. Jakarta: Salemba Empat.
  • Herjanto, Eddy. 2008. Manajemen Operasi. Jakarta: Gramedia Widiasarana.
  • Carter dan Usry. 2005. Akuntansi Biaya. Jakarta: Salemba Empat.
  • Welsch Glenn A, Hilton Ronald W, Gordon Paul. 2000. Anggaran Perencanaan dan Pengendalian. Jakarta: Salemba Empat.
  • Garrison. 2006. Akuntansi Manajerial. Jakarta: Salemba Empat.
  • Soemarso. 2005. Akuntansi Suatu Pengantar. Jakarta: SalembaEmpat.
  • Subramanyam, KR dan John, J. Wild. 2010. Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: Salemba Empat.
  • Mulyadi. 2001. Sistem Akuntansi. Jakarta: Salemba Empat.
  • Bustami dan Nurlela. 2006. Akuntansi Biaya. Yogyakarta: Graha Ilmu.
  • Prawirosentono, Suyadi. 2001. Manajemen Operasi, analisis dan studi kasus. Jakarta: Bumi aksara.
  • Simamora, Henry. 2012. Akuntansi Manajemen. Jakarta: Star Gate Publisher.
  • Hansen dan Mowen. 2011. Akuntansi Manajerial. Jakarta: Salemba Empat.

Belum ada Komentar untuk "Break Even Point - Pengertian, Manfaat, Asumsi Dasar, Analisis dan Metode Perhitungannya"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel